Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim
Maha Suci Allah yang menciptakan alam ini begitu sempurna. Malam dan siang
silih berganti melayani hidup manusia. Terang dan gelap pun menjadi sebuah
kebutuhan makhluk-Nya di seluruh bumi. Tapi, tidak semua yang gelap boleh
dibiarkan apa adanya.
Anggaplah teguran sebagai hadiah rabbaniyah
Tidak ada dosa dan kesalahan yang tanpa balasan. Semua akan dibalas oleh Allah
swt., dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak. Bayangkan jika dosa dan
kesalahan bergulir tanpa terasa. Tanpa ada teguran, tanpa ada peringatan.
Anggaplah teguran sebagai ungkapan sayang
Kadang sulit menerjemahkan sebuah ungkapan dengan timbangan yang jernih dan
lurus. Termasuk dalam soal teguran. Sederhananya, orang yang menegur
diterjemahkan sebagai lawan yang menyusahkan, bahkan menjatuhkan.
Dalam timbangan akhlak, nilai sebuah teguran jauh dari terjemahan itu. Bahkan
bertolak belakang. Teguran bukan untuk menyusahkan, melainkan memudahkan.
Teguran bukan ungkapan marah, apalagi permusuhan. Melainkan, justru ungkapan
sayang dan persaudaraan.
Rasulullah saw. yang mulia mengatakan, “Tiga perbuatan yang termasuk sangat
baik, yaitu berdzikir kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi, saling
menyadarkan satu sama lain, dan menyantuni saudara-saudaranya (yang
memerlukan).” (HR. Adailami)
Teguran adalah ungkapan sayang yang sejati seorang saudara terhadap saudaranya
yang terjebak dalam kesalahan. Cinta karena Allah, dan benci pun karena Allah.
Kalau bukan karena cinta, mungkin ia tak akan pernah menegur. Karena upaya itu
begitu berat.
Anggaplah teguran sebagai guru lapangan
Teguran tidak selalu berhubungan dengan dosa. Tidak selalu berhubungan dengan
sesuatu yang prinsip. Ada teguran yang memang sangat diperlukan ketika sebuah
wilayah teoritis dibumikan dalam wilayah aplikatif.
Dalam hal berumahtangga misalnya. Ketika belum memasuki pernikahan, seseorang
merasa sudah paham betul dengan yang namanya berumahtangga. Itu ia dapat dari
buku, ceramah, dan sebagainya. Tapi, ketika berumahtangga menjadi sebuah
kenyataan, semua menjadi berbeda. Realita kadang tidak selalu mengikuti
idealita.
Terjadi kegamangan di situ. Ada konflik suami isteri. Sesuatu yang dalam teori
begitu indah, ternyata begitu gersang dalam kenyataan di lapangan. Tentu, yang
salah bukan idelitanya. Tapi, cara bagaimana menggapai idealita itu yang belum
pas. Di sinilah, seseorang membutuhkan teguran. Dan teguran saat itu menjadi
guru di lapangan realita.
Anggaplah teguran sebagai cermin memperindah diri
Ego manusia selalu mengatakan kalau ia serba sempurna. Tidak ada cacat. Tidak
ada noda. Semua bagus. Kalau ada orang yang menilai lain, pasti si penilai yang
teranggap salah.
Begitu pun yang mungkin terjadi dalam diri seorang mukmin. Dengan penuh percaya
diri, ia yakini kalau semua langkahnya sempurna. Tidak ada yang salah. Yang
salah adalah jika ada yang menganggapnya salah.
Dalam sudut pandang Islam, manusia adalah tempat salah dan lupa. Jadi, akan ada
saja kemungkinan kalau seorang mukmin pun bisa khilaf. Kalau seorang ulama pun
bisa salah. Kalau seorang pemimpin pun bisa kepeleset. Saat itu, ia butuh
teguran sebagai cermin yang bisa menyadarkan.
Rasulullah saw. mengatakan, “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.
Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya.” (HR. Al-Bukhari)
Akhirnya.. Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat.
Salam santun ukhuwah penuh cinta...